Friday, February 26, 2010

Ini sangat berarti buat saya, pak!

Jam sudah menunjukkan pukul 14.00, waktunya aku untuk pulang mengajar. siang itu matahari begitu tajam bersinar. Sempurna!, pikirku; tadi pagi ketika berangkat untuk mengajar hujan turun cukup deras, dan sekarang, panas matahari memayungi bumi dengan tajam, ehm..cuaca seperti enggan berkompromi dengan segala kelelahan ku sehabis mengajar. tapi kemudian aku menyadari, mungkin ini adalah cara Allah untuk menjadikan diriku lebih kuat lagi menghadapi hidup di masa datang. “Ah..toh sudah biasa” batinku, bahkan mungkin lebih panas di daerah gurun, kan!

Setelah memastikan semua anak murid ku pulang, aku segera kembali ke ruang kelas bermaksud merapikan semua peralatan sebelum pulang. Tapi di tengah jalan aku melihat seorang murid yang terlihat kebingungan mencari sesuatu. Aku tahu dia murid kelas 3 di SD IT tempatku mengajar. Segera aku menegurnya, “sedang apa, kok sedih?”. Dia segera mengangkat wajah dan terlihat jelas ada uraian air mata di sisi kedua matanya.”Ehm...sedang mencari sesuatu pak!”. Aku segera memegang pundaknya dan berkata “memang apa yang dicari, nanti bapak coba bantu!”. Agak ragu dia menjawab “itu..ehmm...sendal saya pak, tadi sewaktu shalat zhuhur sudah tidak ada, padahal sewaktu istirahat tadi masih ada!”. “ya udah...sekarang kita cari bareng-bareng ya?”. Jadilah aku ikut mencari sendal anak itu. “memang warnanya apa?”. “warna biru, pak!”. Tak ku sangka hampir satu jam sudah aku berkeliling sekitaran sekolah untuk mencari sendal anak itu. Dan akhirnya...aku melihat sendal biru di bawah tangga gedung SMA. Aku segera memanggilnya “coba ini bukan sendal kamu?”. Mendengarku dia segera menghampiri. Dilihatnya sendal biru itu “ehh...iya pak, ini sendal saya..Alhamdulillah, terima kasih ya pak!”. Terlihat jelas dia begitu gembira dapat menemukan sendalnya, begitu juga aku lega sekali rasanya. Tapi aku agak penasaran, sebagus apa sih sendal yang membuatnya sampai menangis begitu. “coba bapak lihat, sendalnya!”. Dia segera menunjukkannya kepada ku. Aku kaget bercampur aneh, masalahnya sendal yang dari tadi membuat kami bingung mencarinya, adalah hanya sekedar sandal jepit biasa dan sudah terlihat kusam. “oh...sendal jepit begini saja, kan bisa beli lagi yang lebih bagus!”. Segera aku kembalikan kepadanya..tapi kemudian aku lihat matanya tertunduk lesu, seperti memikirkan ucapan yang barusan aku katakan. Dan dia sesaat kemudian, dengan agak ragu mengatakan “pak...ini memang sendal jepit biasa dan jelek., mama juga pasti bisa membeli lagi yang lebih bagus dari ini. Tapi.....”. dia berhenti sejenak sambil mengusap keringat lelahnya yang mulai menetes dari pori-pori di wajah dengan tangannya, seperti ada beban berat yang menahan ucapannya. Kemudian dia melanjutkan “tapi....saya sangat sering kehilangan sendal pak, jadi kata mama kalo sampai sendal yang ini hilang, mama gak akan percaya lagi sama saya!”. Matanya sekarang menatap mataku, seperti hendak memberitahu suatu hal yang jauh lebih besar dari pada kehilangan sendal. “pak walaupun sendal ini jelek, tapi di sendal ini ada kepercayaan mama saya kepada saya!”. Hmmph..mendengar kata-kata anak itu, guntur seolah bergelegar dalam hatiku. “ohh..begitu, bapak minta maaf ya, nah sekarang kamu cepet pulang ya!” Cuma itu yang dapat terucap dari mulutku. Aku pun kembali lagi ke kelas. lunglai dan merenung sejenak. batin ini terus berkecamuk; tak kusangka, anak sekecil itu sudah dapat menjaga amanah dengan sekuat tenaganya, walapun hanya untuk sebuah hal yang menurut kebanyakan orang, apalagi untuk orang kaya seperti keluarga anak itu, dianggap hal yang sepele. Namun, baginya itu adalah hal berharga yang sangat pantas untuk dijaga sekuatnya. Aku pun merasa bersalah telah mengatakan mengatakan hal yang tak sepantasnya ku katakan tentang sendal itu. Aku berkata dalam hati...mengapa kita yang orang dewasa justru sering sekali menganggap remeh amanah, walaupun hanya sebatas hal yang sederhana. “ya Allah, terima kasih hari ini aku berkesempatan mendapatkan hikmah, walaupun dari anak kecil!” batinku lirih.

No comments: